Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

potret kehidupan







POTRET KEHIDUPAN

Anda pasti merasa sangat beruntung, dan mendapat alasan baru untuk mensyukuri kemujuran hidup Anda. Tapi sebaliknya Anda pun bisa dihinggapi rasa bersalah, prihatin, dan cemas. Tentu, kita semua sangat beruntung karena setidak-tidaknya telah menyelesaikan pendidikan SMA, bahkan sebagian besar di antara kita sudah bergelar sarjana. Bandingkanlah dengan nasib apes anak-anak di sekeliling kita yang terpaksa putus sekolah karena orangtua tak mampu lagi membiayai lalu menjalani hari-hari yang hampa dan menatap masa depan dengan rasa gamang.
Pernahkah Anda bayangkan bahwa jumlah anak putus sekolah di negeri tercinta ini ternyata sudah puluhan juta? dan selalu bertamah setiap tahunnya,, mengingat keadaan ekonomi nasional kian memburuk yang terasa sangat menyesakkan. Bayangkan, gairah belajar jutaan anak terpaksa dipadamkan. Dan jutaan harapan yang melambung kini kandas di dataran realitas yang keras, seperti balon raksasa ditusuk secara kasar–kempes dalam sekejap. Ini bencana nasional dengan implikasi yang sangat luas, dan bahkan mengerikan!
Alangkah ironisnya jika fakta ini kita hubungkan dengan agenda nasional beberapa tahun lalu betapa anak-anak itu dan orangtua mereka dibujuk dan dirayu melalui kampanye yang sangat masif di televis, termasuk program populer Ayosekolah yang diprakarsai aktor Rano Karno supaya mereka mau bersekolah. Tahu-tahu sekarang mereka harus meninggalkan bangku sekolah, dan menyaksikan pameran kemewahan di sekitarnya–yang dari hari ke hari semakin vulgar dan telanjang.  Anda dan kita semua berhak untuk terus bersikap masa bodoh beralih bahwa itu adalah tanggungjawab pemerintah lalu melanjutkan cara hidup kita yang boros dan selfish???
Pendidikan formal memang bukan segala-galanya. Beberapa pengusaha besar di Indonesia, misalnya konglomerat Liem Sioe Liong, cuma lulusan sekolah dasar. Tapi itu kasus yang istimewa. Dalam kenyataan yang umum, tingkat pendidikan berpengaruh mutlak terhadap peluang bekerja, posisi di bidang kerja, tingkat salary dan fasilitas yang dapat dinikmati menentukan pula terhadap perilaku individu dalam rumah tangga, tanggung jawab social dan mempengaruhi bobot independensi individu di bidang sosial-politik
Secara kasat mata saja kita sudah bisa melihat dampak langsung dari begitu besarnya angka putus sekolah di Indonesia. Pengamen cilik dan usia remaja kini bergentayangan di seluruh wilayah negeri ini. Tidak hanya di kota-kota besar, mereka hadir sampai di desa-desa dan menyebarkan kebisingan, gangguan dan kecemasan. Bayangkan, jutaan remaja dan anak-anak yang masih labil dan mencari identitas diri terpaksa putus sekolah, terpaksa meninggalkan teman-temannya yang masih terus bersekolah dan terpaksa menelan kenyataan pahit sebagai manusia yang gagal dan tereliminasi. Ini problem sosial yang dahsyat!
Setelah mereka putus sekolah tentu mereka akan berupaya membantu ekonomi keluarga dengan bekerja apa pun.“Bekerja apapun” adalah sebuah pesan yang sangat jelas, meski sengaja disampaikan secara samar. Artinya, dalam rangka stuggle for life atau demi melanjutkan gaya hidup yang terlanjur konsumtif, bisa saja mereka menjadi pedagang asongan, pengamen, pengemis, kuli panggul, pencopet, pedagang narkoba, atau menjadi pembantu rumah tangga, kawin di usia dini atau menjadi pelacur. dimana Anak-anak tersebut sangat rawan menjadi sasaran perdagangan anak. Bukan cuma itu. Anak-anak yang hidup di jalanan itu juga sangat potensial disalahgunakan oleh kejahatan yang terorganisasi. Tekanan untuk bertahan hidup dan godaan untuk hidup mewah adalah dua titik lemah para remaja yang masih labil itu,sehingga mereka bisa dibujuk dengan gampang untuk melakukan tindak kriminal.
Inilah potret buram dunia pendidikan Indonesia hari ini. Kalau ternyata Anda tiba-tiba diliputi rasa bersalah, prihatin dan cemas setelah melihat potret jelek itu, beryukurlah, ternyata Anda masih normal dan memiliki moral yang tinggi. Dan bersyukurlah, karena bukan Anda atau kerabat dekat Anda yang hari ini terpaksa putus sekolah. Mudah-mudahan itu tidak terjadi, karena kalau sampai terjadi kita tidak bakal sempat menyaksikannya, karena sudah keburu mati akibat kelaparan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar